loading...

KUMPULAN PUISI MENARIK OLEH KH. AHMAD MUSTOFA BISRI (GUS MUS)


sketsa stopwatch
image RYSUNKI_MONIKA
RASANYA BARU KEMARIN 

Rasanya
Baru kemarin Bung Karno dan Bung Hatta
Atas nama kita menyiarkan dengan seksama
Kemerdekaan kita di hadapan dunia. Rasanya
Gaung pekik merdeka kita
Masih memantul-mantul tidak hanya
Dari mulut-mulut para jurkam PDI saja. Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya

Pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia
Sudah banyak yang tiada. Penerus-penerusnya
Sudah banyak yang berkuasa atau berusaha
Tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa
Sudah banyak yang turun tahta

Taruna-taruna sudah banyak yang jadi
Petinggi negeri
Mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi
Sudah banyak yang jadi menteri

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya

Tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma
Tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam

Rasanya
Baru kemarin

Letkol Suharto sudah menjadi
Sesepuh negara-negara sahabat
Wartawan Harmoko sudah menjadi
Pengatur suara rakyat

Waperdam Subandrio sudah hidup kembali
Menjadi pelajaran bagi setiap penguasa
Engkoh Eddy Tanzil sudah tak berkolusi lagi
Menjadi renungan bagi setiap pengusaha

Ibu Dewi sudah kembali
Menjadi penglipur
Buldozer Amir Mahmud kini
Sudah tergusur

Oom Liem dan kawan-kawan
Sudah menjadi dewa-dewa kemakmuran
Bang Zainuddin dan rekan-rekan
Sudah menjadi hiburan

Pak Domo yang mengerikan
Sudah berubah menggelikan
Bang Ali yang menentukan
Sudah berubah mengasihankan

Genduk Megawati yang gemulai
Sudah menjadi pemimpin partai
Ismail Hasan Metarium yang santai
Sudah menjadi politisi piawai

Gusti Mangkubumi di Yogya
Sudah menjadi raja dan ketua golongan karya
Gus Shohib yang sepuluh anaknya
Sudah menjadi pahlawan keluarga berencana

(Hari ini ingin rasanya
Aku bertanya kepada mereka semua
Bagaimana rasanya
Merdeka?)

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita
Merdeka

Jenderal Nasution dan Jenderal Yusuf yang pernah jaya
Sudah menjadi tuna karya

Ali Murtopo dan Sudjono Humardani yang sakti
Sudah lama mati
Pak Umar dan pak Darmono yang berdaulat
Sudah kembali menjadi rakyat

Pak Mitro dan pak Beni yang perkasa
Sudah tak lagi punya kuasa

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita
Merdeka

Kiai Ali dan Gus Yusuf yang agamawan
Sudah menjadi priyayi
Danarto dan Umar Kayam yang seniman
Sudah menjadi kiai

Gus Dur dan Cak Nur yang pintar
Sudah berkali-kali mengganti kacamata
Rendra dan Emha yang nakal
Sudah berkali-kali mengganti cerita

Goenawan sudah terpojok kesepian
Arief Budiman sudah berdemonstrasi sendirian
Romo Mangun sudah terbakar habis rambutnya
Tardji sudah menjalar-jalar janggutnya

(Hari ini ingin rasanya
Aku bertanya kepada mereka semua
Sudahkah kalian
Benar-benar merdeka?)

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya

Negara sudah semakin kuat
Rakyat sudah semakin terdaulat

Rasanya
Baru kemarin

Pejuang Marsinah sudah berkali-kali
Kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar
Preman-preman sejati sudah berkali-kali
Diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar

Rasanya
Baru kemarin

Banyak orang pandai sudah semakin linglung
Banyak orang bodoh sudah semakin bingung
Banyak orang kaya sudah semakin kekurangan
Banyak orang miskin sudah semakin kecurangan

Rasanya
Baru kemarin

Banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat
Banyak pejabat sudah semakin erat dengan
konglomerat
Banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat
Banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat

(Hari ini ingin rasanya
Aku bertanya kepada mereka semua
Sudahkah kalian benar-benar merdeka?)

Rasanya
Baru kemarin

Pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju
Semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak
yang tak kunjung maju
Anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya
Bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita merdeka

Kemajuan sudah menyeret dan mengurai
Pelukan kasih banyak ibu-bapa
Dari anak-anak kandung mereka
Kemakmuran duniawi sudah menutup mata
Banyak saudara terhadap saudaranya

Daging sudah lebih tinggi harganya
Dibanding ruh dan jiwa
Tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya
Dari bendera merah putih dan lambang garuda

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita merdeka

Pahlawan-pahlawan idola bangsa
Seperti Pangeran Diponegoro
Imam Bonjol, dan Sisingamangaraja
Sudah dikalahkan oleh Kesatria Baja
Hitam dan Kura-kura Ninja

Rasanya
Baru kemarin

Orangtuaku sudah pergi bertapa
Anak-anakku sudah pergi berkelana
Kakakku sudah menjadi politikus
Aku sendiri sudah menjadi tikus

(Hari ini setelah setengah abad merdeka
Ingin rasanya aku mengajak kembali
Mereka semua yang kucinta
Mensyukuri lebih dalam lagi
Rahmat kemerdekaan ini
Dengan meretas belenggu tirani
Diri sendiri
Bagi merahmati sesama)

Rasanya
Baru kemarin
Ternyata
Sudah setengah abad kita
Merdeka

(Ingin rasanya
Aku sekali lagi menguak angkasa
Dengan pekik yang lebih perkasa:
Merdeka!)

SURABAYA

Jangan anggap mereka kalap
jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
jangan dikira mereka nekat
karena mereka cuma berbekal semangat
melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
tengoklah merah putih yang berkibar
di hati mereka
dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar !

Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar !
Gaungnya menggelegar
mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil.
Surabaya,
O, kota keberanian
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
yang membakar nyali kezaliman ?
mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan ?
mana arek-arekmu yang siap
menjadi tumbal kemerdekaan
dan harga diri
menjaga ibu pertiwi
dan anak-anak negeri.
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
lagu-lagu satu nada
demi menjaga
keselamatan dan kepuasan
diri sendiri
Allahu Akbar !
Dulu Arek-arek Surabaya
tak ingin menyetrika Amerika
melinggis Inggris
Menggada Belanda
murka pada Gurka
mereka hanya tak suka
kezaliman yang angkuh merejalela
mengotori persada
mereka harus melawan
meski nyawa yang menjadi taruhan
karena mereka memang pahlawan
Surabaya
Dimanakah kau sembunyikan
Pahlawanku ?

DOA RASULULLAH SAW

Ya Allah ya Tuhanku
AmpunanMu lebih kuharapkan
daripada amalku
rahmatMu lebih luas
daripada dosaku
Ya Allah ya Tuhanku
Bila aku tak pantas
mencapai rahmatMu
RahmatMu pantas mencapaiku
Karena rahmatMu mencapai apa saja
Dan aku termasuk apa saja
Ya Arhamarrahimun!

PUTRA-PUTRA IBU PERTIWI

Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan bangsa
Dan patriot-patriot negara
(Bunga-bunga
kalian mengenalnya
Atau hanya mencium semerbaknya)
Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawanan
Merebut dan mempertahankan kemerdekaan
(Beberapa kuntum
dipetik bidadari sambil senyum
Membawanya ke sorga tinggalkan harum)
Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuangan
Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan
(Beberapa kelopak bunga
di tenung angin kala
Berubah jadi duri-duri mala)
bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa
(di tamansari
bunga-bunga dan duri-duri
Sama-sama diasuh mentari)
Anehnya yang mati tak takut mati justru abadi
Yang hidup senang hidup kehilangan jiwa
(mentari tertawa sedih memandang pedih
Duri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)

DALAM TAHIAT

Dalam tahiat
kulihat wajahmu berkelebat
Ke mana gerangan kau berangkat?
berhentilah sesaat
Beri aku kesempatan munajat
atau sekedar menatap isyarat
Sebelum nafsuku menghentikan salat

NEGERIKU

Mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
Perabot-perabot orang kaya didunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
Emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku

Mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
Memiliki buruh-buruh mancanegara
Brankas-brankas ternama di mana-mana
Menyimpan harta-hartaku

Negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
Rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia

Mana ada negeri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
Rampok-rampok diberi rekomendasi
dengan kop sakti instansi
Maling-maling diberi konsesi
Tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi

SAJAK CINTA

Cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya
Cinta Romeo kepada Juliet, si Majnun qais kepada Laila
Belum apa-apa
Temu-pisah kita lebih bermakna
dibanding temu-pisah Yusuf dan Zulaikha
Rindu-dendam kita melebihi rindu dendam adam hawa

Aku adalah ombak samuderamu
yang lari-datang bagimu
Hujan yang berkilat dan berguruh mendungmu

Aku adalah wangi bungamu
Luka berdarah-darah durimu
Semilir sampai badai anginmu

Aku adalah kicau burungmu
Kabut puncak gunungmu
Tuah tenungmu

Aku adalah titik-titik hurufmu
Huruf-huruf katamu
Kata-kata maknamu

Aku adalah sinar silau panas
dan bayang-bayang hangat mentarimu
Bumi pasrah langitmu

Aku adalah jasad ruhmu
Fayakun kunmu
Aku adalah a-k-u
K-a-u
Mu

DI TAMAN PAHLAWAN

Di taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-
bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat
perjuangan dan pembelaan kepada yang
ditinggalkan
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini
sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ?
banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan
dengan perasan malu dan sungkan
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka
kemari karena menyangka mereka juga pejuang-
pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu
terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah
berani tanpa mengindahkan nurani.
(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka
lebih tertekan)

Apakah ini yan namanya siksa kubur ?
tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur
Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini
akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,
yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,
begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang
penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan
wanita muda yang gagah perkasa itu
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih
berselendang pelangi tersenyum manis sekali :
maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan
untuk menyingkapkan kebusukan dan membantu mereka
yang mencari muka.
kalau sudah tak diperlukan lagi
biarlah mereka menanamkannya di mana saja di persada ini
sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti

YA RASULALLAH

Aku ingin seperti santri berbaju putih
yang tiba-tiba datang menghadapmu
duduk menyentuhkan kedua telapak tangannya di atas paha-pahamu muliamu
Lalu aku akan bertanya ya rasulallah
tentang islamku
Ya rasulallah
tentang imanku
Ya rasulallah
tentang ihsanku

Ya rasulallah
Mulut dan hatiku bersaksi
Tiada tuhan selain Allah
dan engkau ya rasul utusan Allah
Tapi kusembah juga diriku astaghfirullah
dan risalahmu hanya kubaca bagai sejarah

Ya rasulallah
Setiap saat jasadku salat
Setiap kali tubuhku bersimpuh
Diriku jua yang kuingat
Setiap saat kubaca salawat
Setiap kali tak lupa kubaca salam
Assalamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh
Salam kepadamu wahai nabi juga rahmat dan berkat allah
Tapi tak pernah kusadari apakah di hadapanku
Kau menjawab salamku
Bahkan apakah aku menyalamimu

Ya rasulallah
Ragaku berpuasa
Dan jiwaku kulepas bagai kuda
Ya rasulallah
Sekali-kali kubayar zakat dengan niat
dapat balasan kontan dan berlipat
Ya rasulallah
Aku pernah naik haji
sambil menaikkan gengsi
Ya rasulallah, sudah islamkah aku?

Ya rasulallah
Aku percaya Allah dan sifat-sifatnya
Aku percaya malaikat
Percaya kitab-kitab sucinya
Percaya nabi-nabi utusannya
Aku percaya akherat
Percaya qadla-kadarnya
Seperti yang kucatat
Dan kuhafal dari ustad
Tapi aku tak tahu
Seberapa besar itu mempengaruhi lakuku
Ya rasulallah, sudah imankah aku?

Ya rasulallah
Setiap kudengar panggilan
Aku menghadap Allah
tapi apakah ia menjumpaiku
sedang wajah dan hatiku tak menentu
Ya rasulallah, dapatkah aku berihsan?

Ya rasulallah
kuingin menatap meski sekejab
wajahmu yang elok mengerlap
setelah sekian lama mataku hanya menangkap gelap

Ya rasulallah
Kuingin mereguk senyummu yang segar
setelah dahaga di padang kehidupan hambar
hampir membuatku terkapar

Ya rasulallah
meski secercah, teteskan padaku
cahyamu
Buat bekalku sekali lagi
menghampirinya

KITA SEMUA ASMUNI ATAU ASMUNI CUMA SATU

Kita semua Asmuni
Kita satu sama lain
Tidak lain
Asmuni semua

Anak-anak Asmuni
Orang-orang Asmuni
Tuan Asmuni
Raden Asmuni
Bapak Asmuni
Kiai Asmuni
Politikus Asmuni
Pemikir Asmuni
Pembaru Asmuni

Kita semua Asmuni
Kita satu sama lain
Tidak lain
Asmuni

Sayang
Asmuni yang jujur cuma satu
Asmuni yang menghibur
Cuma satu

NASIHAT RAMADHAN BUAT A. MUSTOFA BISRI 

Mustofa
Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakan
Ramadhan bulan ampunan apakah hanya menirukan Nabi
atau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah yang
menggerakkan lidahmu begitu.

Mustofa,
Ramadhan adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanya
untukNya dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNya
kepadamu. Semua yang khusus untukNya khusus untukmu.

Mustofa,
Ramadhan adalah bulanNya yang Ia serahkan padamu dan bulanmu
serahkanlah semata-mata padaNya. Bersucilah untukNya. Bersalatlah
untukNya. Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri
untukNya.

Sucikan kelaminmu. Berpuasalah.
Sucikan tanganmu. Berpuasalah.
Sucikan mulutmu. Berpuasalah.
Sucikan hidungmu. Berpuasalah.
Sucikan wajahmu. Berpuasalah.

Sucikan matamu. Berpuasalah.
Sucikan telingamu. Berpuasalah.
Sucikan rambutmu. Berpuasalah.
Sucikan kepalamu. Berpuasalah.

Sucikan kakimu. Berpuasalah.
Sucikan tubuhmu.
Berpuasalah.
Sucikan hatimu.
Sucikan pikiranmu.
Berpuasalah.
Suci
kan
dirimu.

Mustofa,
Bukan perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yang
mengingatkan kedaifan dan melembutkan rasa.
Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penunggu
atau perebut kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.
Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahan
sedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahu
hasrat dikekang untuk apa dan siapa.

Puasakan kelaminmu
untuk memuasi Ridha
Puasakan tanganmu
untuk menerima Kurnia
Puasakan mulutmu
untuk merasai Firman
Puasakan hidungmu
untuk menghirup Wangi
Puasakan wajahmu
untuk menghadap Keelokan
Puasakan matamu
untuk menatap Cahaya
Puasakan telingamu
untuk menangkap Merdu
Puasakan rambutmu
untuk menyerap Belai
Puasakan kepalamu
untuk menekan Sujud
Puasakan kakimu
untuk menapak Sirath
Puasakan tubuhmu
untuk meresapi Rahmat
Puasakan hatimu
untuk menikmati Hakikat
Puasakan pikiranmu
untuk meyakini Kebenaran
Puasakan dirimu
untuk menghayati Hidup.

Tidak.
Puasakan
hasratmu
hanya untuk
Hadlirat
Nya
!

Mustofa,
Ramadhan bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau telah
merasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.
Tapi bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkian
keserakahan ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat dari
comberan hatimu?
Mustofa,
inilah bulan baik saat baik untuk kerjabakti membersihkan hati.

Mustofa,
Inilah bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimu
yang secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi
kau puja selama ini.
Atau akan kau lewatkan lagi kesempatan ini
seperti Ramadhan-ramadhan yang lalu.

KALAU KAU SIBUK KAPAN KAU SEMPAT

Kalau kau sibuk berteori saja
Kapan kau sempat menikmati mempraktekkan teori?

Kalau kau sibuk menikmati praktek teori saja
Kapan kau memanfaatkannya?

Kalau kau sibuk mencari penghidupan saja
Kapan kau sempat menikmati hidup?
Kalau kau sibuk menikmati hidup saja
Kapan kau hidup?
Kalau kau sibuk dengan kursimu saja
Kapan kau sempat memikirkan pantatmu?
Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu saja
Kapan kau menyadari joroknya?

Kalau kau sibuk membodohi orang saja
Kapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?
Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja
Kapan orang lain memanfaatkannya?

Kalau kau sibuk pamer kepintaran saja
Kapan kau sempat membuktikan kepintaranmu?
Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja
Kapan kau pintar?

Kalau kau sibuk mencela orang lain saja
Kapan kau sempat membuktikan cela-celanya?
Kalau kau sibuk membuktikan cela orang saja
Kapan kau menyadari celamu sendiri?

Kalau kau sibuk bertikai saja
Kapan kau sempat merenungi sebab pertikaian?
Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja
Kapan kau akan menyadari sia-sianya?

Kalau kau sibuk bermain cinta saja
Kapan kau sempat merenungi arti cinta?
Kalau kau sibuk merenungi arti cinta saja
Kapan kau bercinta?

Kalau kau sibuk berkhutbah saja
Kapan kau sempat menyadari kebijakan khutbah?
Kalau kau sibuk dengan kebijakan khutbah saja
Kapan kau akan mengamalkannya?

Kalau kau sibuk berdzikir saja
Kapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikir?
Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja
Kapan kau kan mengenalnya?

Kalau kau sibuk berbicara saja
Kapan kau sempat memikirkan bicaramu?
Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu saja
Kapan kau mengerti arti bicara?

Kalau kau sibuk mendendangkan puisi saja
Kapan kau sempat berpuisi?
Kalau kau sibuk berpuisi saja
Kapan kau memuisi?

(Kalau kau sibuk dengan kulit saja
Kapan kau sempat menyentuh isinya?
Kalau kau sibuk menyentuh isinya saja
Kapan kau sampai intinya?
Kalau kau sibuk dengan intinya saja
Kapan kau memakrifati nya-nya?
Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya saja
Kapan kau bersatu denganNya?)

“Kalau kau sibuk bertanya saja
Kapan kau mendengar jawaban!”

IBU

Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam

Kaulah, ibu, langit dan laut
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu

(Tuhan
Aku bersaksi
Ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).

IDENTITAS ATAU AKU DALAM ANGKA

Namaku mustofa bin bisri mustofa
lahir sebelum masa anak cukup 2
Sebagai anak ke 2 dari 9 bersaudara
rumah kami nomer 3 jalan mulia
termasuk 1 dari 17 erte di desa
Leteh namanya – 1 dari 34 desa di kecamatan kota –
1 dari 14 kecamatan di kabubaten
rembang namanya – 1 dari 5 kabupaten
di karesidenan pati –
1 dari 6 karesidenan di propinsi jawa tengah –
1 dari 27 propinsi di indonesia
1 dari 6 negara-negara asean di asia –
1 dari 5 benua di dunia –
1 dari sekian “kacang hijau” di semesta.
cukup jelaskah aku?

ANDAIKATA

Andaikata kupunya
tak hanya
lengan lunglai
tempat kita meletakkan kalah
Andaikata kupunya
tak hanya
pangkuan landai
tempat kita merebahkan resah

Andaikata kupunya
tak hanya
dada luka
tempat kita menyandarkan duka
Andaikata kupunya
tak hanya
tangan kelu
tempat kita menggenggam pilu

Andaikata kupunya
tak hanya
kata-kata dusta
penyeka airmata
Andaikata kupunya
tak hanya
telinga renta
penampung derita

Andaikata
kupunya
tak hanya
Andaikata

ISTRIKU

Kalau istriku tidak kawin denganku
Dia bukan istriku tentu
Aku kebetulan mencintainya
Diapun mencintaiku
Seandainya pun aku tidak mencintainya
Dan dia tidak mencintaiku pula
Dia tetap istriku
Karena ia kawin denganku

ORANG KECIL ORANG BESAR

Suatu hari yang cerah
Di dalam rumah yang gerah
Seorang anak yang lugu
Sedang diwejang ayah-ibunya yang lugu

Ayahnya berkata:
“Anakku,
Kau sudah pernah menjadi anak kecil
Janganlah kau nanti menjadi orang kecil!”

“Orang kecil kecil peranannya
Kecil perolehannya,” tambah si ibu

“Ya,” lanjut ayahnya
“Orang kecil sangat kecil bagiannya
Anak kecil masih mendingan
Rengeknya didengarkan
Suaranya diperhitungkan
Orang kecil tak boleh memperdengarkan rengekan
Suaranya tak suara.”

Sang ibu ikut wanti-wanti:
“Betul, jangan sekali-kali jadi orang kecil
Orang kecil jika jujur ditipu
Jika menipu dijur
Jika bekerja digangguin
Jika mengganggu dikerjain.”

Ayah dan ibu berganti-ganti menasehati:
“Ingat, jangan sampai jadi orang kecil
Orang kecil jika ikhlas diperas
Jika diam ditikam
Jika protes dikentes
Jika usil dibedil.”

“Orang kecil jika hidup dipersoalkan
Jika mati tak dipersoalkan.”

“Lebih baik jadilah orang besar
Bagiannya selalu besar.”

“Orang besar jujur-tak jujur makmur
Benar-tak benar dibenarkan
Lalim-tak lalim dibiarkan.”

“Orang besar boleh bicara semaunya
Orang kecil paling jauh dibicarakan saja.”

“Orang kecil jujur dibilang tolol
Orang besar tolol dibilang jujur
Orang kecil berani dikata kurangajar
Orang besar kurangajar dikata berani.”

“Orang kecil mempertahankan hak
disebut pembikin onar
Orang besar merampas hak
disebut pendekar.”

Si anak terus diam tak berkata-kata
Namun dalam dirinya bertanya-tanya:
“Anak kecil bisa menjadi besar
Tapi mungkinkah orang kecil
Menjadi orang besar?”
Besoknya entah sampai kapan
si anak terus mencoret-coret
dinding kalbunya sendiri:
“O r a n g k e c i l ? ? ?
O r a n g b e s a r ! ! !”

GURUKU

Ketika aku kecil dan menjadi muridnya
Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar
Ketika aku besar dan menjadi pintar
Kulihat dia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tak tahu harga guru
Ataukah kini aku tak tahu
Menghargai guru?

INPUT DAN OUTPUT

Di mesjid-mesjid dan majlis-majlis taklim
berton-ton huruf dan kata-kata mulia
tanpa kemasan dituang-suapkan
dari mulut-mulut mesin yang dingin
ke kuping-kuping logam yang terbakar
untuk ditumpahkan ketika keluar.
Di kamar-kamar dan ruang-ruang rumah
berhektar-hektar layar kehidupan mati
dengan kemas luhur ditayang-sumpalkan
melalui mata-mata yang letih
ke benak-benak seng berkarat
untuk dibawa-bawa sampai sekarat.
Di kantor-kantor dan markas-markas
bertimbun-timbun arsip kebijaksanaan aneh
dengan map-map agung dikirim-salurkan
melalui kepala-kepala plastik
ke segala pejuru urat nadi
untuk diserap sampai mati.
Di majalah-majalah dan koran-koran
berkilo-kilo berita dan opini Tuhan
dengan disain nafsu dimuntah-jejalkan
melalui kolom-kolom rapi
ke ruang-ruang kosong tengkorak
orang-orang tua dan anak-anak.
Di hotel-hotel dan tempat hiburan
beronggok-onggok daging dan virus
dengan bungkus sutera disodor-suguhkan
melalui saluran-saluran resmi
ke berbagai pribadi dan instansi
untuk dinikmati dengan penuh gengsi
Di jalan-jalan dan di kendaraan-kendaraan
berbarel-barel bensin dan darah
dengan pipa-pipa kemajuan ditumpah-ruahkan
melalui pori-pori kejantanan
ke tangki-tangki penampung nyawa
untuk menghidupkan sesal dan kecewa

ORANG PENTING

Orang penting lain dengan orang lain
Dia beda karena pentingnya
Bicaranya penting diamnya penting
Kebijaksanaannya penting
Ngawurnya pun penting
Semua yang ada padanya penting
Sampai pun yang paling tidak penting
Jika tak penting lagi
Dia sama dengan yang lain saja

MAJU TAK GENTAR

Maju tak gentar
Membela yang mungkar
Maju tak gentar
Hak orang diserang
Maju tak gentar
“Pasti kita menang!”

PUISI BALSEM DARI TUNISIA

Di festival puisi di negeri Abu Nuwas
Kepalaku pening setiap hari
Dicekoki puisi-puisi mabok puji
Padahal aku tidak membawa
Puisi-puisi balsemku yang manjur istimewa

Untung seorang penyair Tunisia
Munsif Al-Muzghany namanya
Di samping beberapa kumpulan puisinya
Dia membawa puisi-puisi balsem juga rupanya
(Puisi balsem cukup universal juga ternyata!)
Satu di antaranya begini bunyinya:

Ada seekor kambing
Nyelonong masuk gedung parlemen
Dan mengembik
Maka tiba-tiba saja
Menggema di ruang terhormat itu
Paduan suara : setujuuu!

Peningku sejenak hilang
Ternyata puisi balsem Tunisia
Lumayan manjur juga

KEPADA PENYAIR

Berhentilah menyanyi sendu
tak menentu
tentang gunung-gunung dan batu
mega-mega dan awan kelabu
tentang bulan yang gagu
dan wanita yang bernafsu

Berhentilah bersembunyi
dalam simbol-simbol banci

Behentilah menganyam-anyam maya
mengindah-indahkan cinta
membesar-besarkan rindu
Brentilah menyia-nyiakan daya
memburu orgasme dengan tangan kelu

Brentilah menjelajah lembah-lembah
dengan angan-angan tanpa arah

Tengoklah kanan-kirimu
Lihatlah kelemahan di mana-mana
membuat lelap dan kalap siapa saja
Lihatlah kekalapan dan kelelapan merajalela
membabat segalanya
Lihatlah segalanya semena-mena
mengkroyok dan membiarkan nurani tak berdaya

Bangunlah
Asahlah huruf-hurufmu
Celupkan baris-baris sajakmu
dalam cahya dzikir dan doa
Lalu tembakkan kebenaran
Dan biarlah Maha Benar
yang menghajar kepongahan gelap
dengan mahacahyaNya

NYANYIAN KEBEBASAN ATAU BOLEH APA SAJA

Merdeka!
Ohoi, ucapkanlah lagi pelan-pelan
Merdeka
Kau ‘kan tahu nikmatnya
Nyanyian kebebasan
Ohoi,

Lelaki boleh genit bermanja-manja
Wanita boleh sengit bermain bola
Anak muda boleh berkhutbah dimana-mana
Orang tua boleh berpacaran dimana saja

Ohoi,
Politikus boleh berlagak kiai
Kiai boleh main film semau hati
Ilmuwan boleh menggugat ayat
Gelandangan boleh mewakili rakyat

Ohoi,
Dokter medis boleh membakar kemenyan
Dukun klenik boleh mengatur kesejahteraan
Saudara sendiri boleh dimaki
Tuyul peri boleh dibaiki

Ohoi,
Pengusaha boleh melacur
Pelacur boleh berusaha
Pembangunan boleh berjudi
Penjudi boleh membangun

Ohoi,
Yang kaya boleh mengabaikan saudaranya
Yang miskin boleh menggadaikan segalanya
Yang di atas boleh dijilat hingga mabuk
Yang di bawah boleh diinjak hingga remuk

Ohoi,
Seniman boleh bersufi-sufi
Sufi boleh berseni-seni
Penyair boleh berdzikir samawi
Muballigh boleh berpuisi duniawi

Ohoi,
Si anu boleh anu
Siapa boleh apa
Merdeka?

PILIHAN

Antara kaya dan miskin tentu kau memilih miskin
Lihatlah kau seumur hidup tak pernah merasa kaya

Antara hidup dan mati tentu kau memilih mati
Lihatlah kau seumur hidup mati-matian mempertahankan kematian

Antara perang dan damai tentu kau memilih damai
Lihatlah kau habiskan umurmu berperang demi perdamaian

Antara beradab dan biadab tentu kau memilih beradab
Lihatlah kau habiskan umurmu menyembunyikan kebiadaban dalam peradaban

Antara nafsu dan nurani tentu kau memilih nurani
Lihatlah kau sampai menyimpannya rapi jauh dari kegalauan dunia ini

Antara dunia dan akhirat tentu kau memilih akhirat
Lihatlah kau sampai menamakan amal-dunia sebagai amal akhirat

Antara ini dan itu
Benarkah kau memilih itu?

SUWUK SOLIBIN

Solibin solimat
Bimat busipat

Langitmu tanpa mendung
Lautku tanpa garam
Mendung bagianku
Garam bagianmu

Solibin solimat
Bimat busipat

Pundakmu tanpa beban
Bebanku tanpa pundak
Hakmu tanpa kewajiban
Kewajibanku tanpa hak

Solibin solimat
Bimat busipat

Kaukemas keserakahan dalam amal kesalehan
Kukemas kecemasan dalam senyum kekalahan
Kaubungkus kebusukan dalam kafan sutera
Kubungkus kepedihan dalam dada membara

Solibin solimat
Bimat busipat

Kau keparat!

SUWUK KULHU SUNGSANG

Sato sampai sato mati
Jalma sampai jalma mati
Maling sampai maling mati
Rampok sampai rampok mati
Tamak sampai tamak mati
Lalim sampai lalim mati
Tiran sampai tiran mati
Buta sampai buta mati
Hantu sampai hantu mati
Setan sampai setan mati
Niatbusuk sampai niatbusuk mati
Atas pertolongan Pasti.

Terima kasih sudah berkunjung, semoga memberi inspirasi. Baca juga biografi KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus)
KUMPULAN PUISI MENARIK OLEH KH. AHMAD MUSTOFA BISRI (GUS MUS) KUMPULAN PUISI MENARIK OLEH KH. AHMAD MUSTOFA BISRI (GUS MUS) Reviewed by Unknown on 1:07 AM Rating: 5

2 comments:

  1. ORANG NGAWURNYA
    BERJUDI hasil nya haram sholat semua ibadah nya tidak di trima

    ReplyDelete
  2. mbah yai tidak pernah memberi angka togel hukum nya haram

    ReplyDelete

Powered by Blogger.