Sunday, April 2, 2017

SELAGI KAU LELAP OLEH DEE


sketsa perempuan tidur
image Zindyzone

Sekarang pukul 01.30 pagi di tempatmu. Kulit wajahmu pasti sedang terlipat di antara kerutan sarung bantal. Rambutmu yang tebal menumpuk di sisi kanan, karena engkau tidur tertelungkup dengan muka menghadap ke sisi kiri. Tanganmu selalu tampak menggapai, apakah itu yang selalu kau cari dibawah bantal?

Aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. Semata-mata supaya aku bisa terlipin masuk ke dalam lipatan seprai tempat tubuhmu sekarang terbaring.

Sudah hampir tiga tahun aku begini. Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.000

Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta padamu. Angka itu bisa lebih gantasstis kalau ditarik sampai skala nano. Silahkan cek. Dan aku berani jamin engkau masih ada di situ. Di tiap inti detik, dan di dalamnya lagi, dan lagi, dan lagi…

Penunjuk waktuku tak perlu mahal-mahal. Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus, moralitas. Rolex tak mampu berikan itu.

Mengertilah, tulisan ini bukan bertujuan utnk merayu. Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor, tak terbayang menambahinya lagi dengan rayuan. Angka miliaran tadi adalah fakta matematis. Empiris. Siapa bilang cinta tidak bisa logis. Cinta mampu merambah dimensi angka dan rasa sekaligus.

Sekarang pukul 02.30 di tempatmu. Tak terasa sudah satu jam aku di sini. Menyumbangkan lagi 216.000 milisekon ke dalam rekening waktuku. Terima kasih. Aku semakin kaya saja. andaikan bisa kutambahkan satuan rupiah, atau lebih baik lagi, dolar, di belakangnya. Tapi engkau tak ternilai. Engkau adalah pangkalm ujung, dan segalanya yang ditengah-tengah. sensai ilahi. Tidak dolar, tak juga yen, mampu menyajikannya

Aku tak pernah terlalu tahu keadaan tempat tidurmu. Bukan aku yang sering ada di situ. Entah siapa. mungkin cuman guling atau bantal-bantal ekstra. Terkadang benda-benda mati justru mendapatka apa yang paling kita inginkan, dan tak sanggup kita bersaing dengannya. Aku iri pada baju tidurmu, handukmu, apalagi pada guling.. sudah. Sop. Aku tak sanggup melanjutkan. Membayangkannya saja ngeri. Apa rasanya dipeluk dan didekap tanpa pretense? Itulah surge. Dan manusia perlu beribadah jungkir-balik untuk mendapatkannya? Hidup memang bagaiman mengitari Gunung Sinai. Tak diizinkannya kita untuk berjalan lurus-lurus saja demi mencapau Tanah Perjanjian.

Kini, izinkan aku tidur. menyusulmu kea lam abstrak di mana segala bisa bertemu. Pastikan kau ada di sana, tidak terbangun karena ingin pipis, atau mimpi buruk. Tunggu aku.

Begitu banyak yang ingin kubicarakan. Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik gertek, tarik tambang… tak ada yang tak bisa kita lakukan, bukan? Tapi kalau boleh memilih satu: aku ingin mimpit tidur di sebelahmu. Ada tanganku di bawah bantal, tempat jemarimu menggapai-gapai.

Tidurku mengkuk ke sebelah kanan sehingga wajah kita berhadapan. Dan ketika matamu terbuka nanti, ada aku di sana. Rambutku yang berdiri liar dan wajahmu yang tercetak kerut seprai.

Tiada yang lebih indah dari cinta dua orang di pagi hari. dengan muka berkilap, bau keringat, gigi mentega, dan mulut asam… mereka masih berani tersenyum dan saling menyapa ‘selamat pagi’.

No comments:

Post a Comment