image Judy |
Kalimat-kalimat yang kau ucapkan
berguguran dalam sahadatku. Inilah
kidung yang digumamkan!
Berapa putaran dalam sembahyang langit.
tengadah di bawah hujan yang menaburkan
ayat-ayat tak pernah dibaca.
Aku tak menemu akhir sembahyangku
yang gagap. Lilin-lilin tak menyala
dalam ruangan tanpa cahaya. Gema mazmur
yang disenandungkan dari ruang mimpimu
beterbangan dalam tidurgelisahku. Dan
kotbah yang sayup, bertebaran dari
mulutmulut kesunyian.
Telah kau tabuh loncengmu? sembahyangku
tak juga menemu akhir.
KEMATIAN KEPOMPONG
Engkau ikut dalam arak arakan itu. Menuju
rumah cinta yang tak berpintu. Aku yang mengusung
dan kita gali liang buat dirisendiri. Doa doa lupa
dibacakan: tiba tiba terucapkan amin yang
berkepanjangan.
Engkau melayat: tubuhmu sendiri, tersesat, saat
bertapa. tetapi pesta memang teramat sederhana.
Kita berdua minggir ke sudutsudut, dan bercakap
entahapa. tibatiba kita bercinta. bersetubuh
dengan kekosongan, alangkah siasia. kubelit
nafasmu dengan juntaianrambut dari ludahku.
tetapi kita bercinta: melengkapkan kenikmatan
senggama. sebelum musim berziarah keburu tiba.
Kita berdua minggir. sampai tepi yang paling tepi.
dan engkau tersesat saat bertapa. tibatiba. tapi,
sungguh, kita sempat bercinta: dalam temparatur yang gila!
Engkau ikut dalam arak arakan itu. Menuju
rumah cinta yang tak berpintu. Aku yang mengusung
dan kita gali liang buat dirisendiri. Doa doa lupa
dibacakan: tiba tiba terucapkan amin yang
berkepanjangan.
Engkau melayat: tubuhmu sendiri, tersesat, saat
bertapa. tetapi pesta memang teramat sederhana.
Kita berdua minggir ke sudutsudut, dan bercakap
entahapa. tibatiba kita bercinta. bersetubuh
dengan kekosongan, alangkah siasia. kubelit
nafasmu dengan juntaianrambut dari ludahku.
tetapi kita bercinta: melengkapkan kenikmatan
senggama. sebelum musim berziarah keburu tiba.
Kita berdua minggir. sampai tepi yang paling tepi.
dan engkau tersesat saat bertapa. tibatiba. tapi,
sungguh, kita sempat bercinta: dalam temparatur yang gila!
METAMORFOSE KEKOSONGAN
Seperti inilah, aku letakkan ranjang dalam dadamu.
kujadikan ronggarongga sempit itu kamarcintaku.
Suatu hari nanti, akan berjejal lagulagu dan tangisan.
rintihan kecil dan jeritan tibatiba. Dan kaukirim aku
ke tanahasing: dengan dentum dan suaraangin dari
nafasmu.
Seperti inilah, aku letakkan tempat sampah dalam
otakmu. Kujadikan gumpalan zat itu sudut tak berguna.
Suatu hari nanti, akan berjejal entahapa. telah sesak
ruang sempit itu oleh rencanarencana dan bencana.
Tadi, kita telah berkhianat dengan cinta. Kau ledakkan
aku dengan zakarmu. Kuletakkan ulat ulat di sana.
Sampai saatnya nanti, siap memangkas daun hatimu.
Seperti inilah kita: merenda kemungkinan kemungkinan.
suatu hari nanti -dalam otakmu, dalam dadamu,
dalam perutmu- kutanami bangkai bangkai ulat. suatu
hari nanti, akan kaupanen kupukupu.
MISA SEPANJANG HARI
Setelah letih merentang perjalanan, kita sampai
di perempatan sejarah. menghitung masa silam
dan merekareka masa datang. Segala yang telah
kita lakukan sebagai dosa, berhimpit himpitan
dalam album. Berebut di antara mazmur mazmur dan
doa. Dan kita pun belum putuskan perjalanan atau
kembali pulang.
Kata kata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis
dalam isakan. Keringat anyir dan darah bersatu
menawar dahagamu yang terlampau kental.
Engkau imani taubatku yang mengering
di antara dengkur dan igauan.
Tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang.
Di antara mazmur dan suara anggur dituangkan.
Di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan
sendirinya. Tiba tiba kau padamkan cahaya itu.
Ruang ini gelap. Aku raba dan kucaricari tongkat
si buta. Kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri.
Pejalan beriringan di antara gang dan musim yang
tersesat. Kunyalakan cahaya dalam hatiku. Biarlah
jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang
lupa kukemasi.
Setelah letih merentang perjalanan, kita sampai
di perempatan sejarah. menghitung masa silam
dan merekareka masa datang. Segala yang telah
kita lakukan sebagai dosa, berhimpit himpitan
dalam album. Berebut di antara mazmur mazmur dan
doa. Dan kita pun belum putuskan perjalanan atau
kembali pulang.
Kata kata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis
dalam isakan. Keringat anyir dan darah bersatu
menawar dahagamu yang terlampau kental.
Engkau imani taubatku yang mengering
di antara dengkur dan igauan.
Tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang.
Di antara mazmur dan suara anggur dituangkan.
Di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan
sendirinya. Tiba tiba kau padamkan cahaya itu.
Ruang ini gelap. Aku raba dan kucaricari tongkat
si buta. Kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri.
Pejalan beriringan di antara gang dan musim yang
tersesat. Kunyalakan cahaya dalam hatiku. Biarlah
jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang
lupa kukemasi.
NELAYAN TERSESAT
"Sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka,"
jerit seorang nelayan kecil dan papa.
"Di manamana pintu. siapa pun bebas memasukinya."
(ikanikan merubung dan ternganga).
Nelayan kecil itu bagai telah terbebas
dari sebuah lorong tertutup dan gelap.
Dinding dinding memantulkan sakit
dan nestapa.
"Berkatalah, dan mereka akan mendengar," ia
berkata. "Bukalah mulutmu, dan tangantangan
tergapai menyalammu." (ikanikan merubung
dan ternganga).
"Sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka.
Mereka akan mendengar harapan dengan tegursapa.
Untuk apa kail, sebab banyak mulut yang sedia
menjadi wakil untuk membunuh rasalapar kita."
(ikanikan merubung dan ternganga).
Seorang nelayan kecil dan papa. Matanya tak
cukup tajam untuk merabaraba. Hatinya terlalu
teduh buat keisengan tegursapa. Dadanya terlalu
terbuka buat harapan harapan.
Kebisuan dinding dinding langit yang dingin
mendesis dan meronta. Derita.
"Sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka,"
jerit seorang nelayan kecil dan papa.
"Di manamana pintu. siapa pun bebas memasukinya."
(ikanikan merubung dan ternganga).
Nelayan kecil itu bagai telah terbebas
dari sebuah lorong tertutup dan gelap.
Dinding dinding memantulkan sakit
dan nestapa.
"Berkatalah, dan mereka akan mendengar," ia
berkata. "Bukalah mulutmu, dan tangantangan
tergapai menyalammu." (ikanikan merubung
dan ternganga).
"Sampanku tersesat di sebuah negeri terbuka.
Mereka akan mendengar harapan dengan tegursapa.
Untuk apa kail, sebab banyak mulut yang sedia
menjadi wakil untuk membunuh rasalapar kita."
(ikanikan merubung dan ternganga).
Seorang nelayan kecil dan papa. Matanya tak
cukup tajam untuk merabaraba. Hatinya terlalu
teduh buat keisengan tegursapa. Dadanya terlalu
terbuka buat harapan harapan.
Kebisuan dinding dinding langit yang dingin
mendesis dan meronta. Derita.
NYANYIAN ANAK ANAK BERMAIN
Dari sumur yang sama kutimba darah dan
keringat semuaorang. kusaring kebekuan, lalu
kutiup: menjadi bulan.
Cahaya menyelinap antara rindang peradaban.
Masihkah kaubutuh bayang bayang?
Kuikat purnama dengan lidahku, setelah letih
memeras darah dan keringat sendiri. kukembalikan
bagi langit suwung.
Tiba tiba mendung. Bulan kehilangan bayang.
Kupanggil anak anak. Biar menadah airmata
sendiri.
Dari sumur yang sama kutimba darah dan
keringat semuaorang. kusaring kebekuan, lalu
kutiup: menjadi bulan.
Cahaya menyelinap antara rindang peradaban.
Masihkah kaubutuh bayang bayang?
Kuikat purnama dengan lidahku, setelah letih
memeras darah dan keringat sendiri. kukembalikan
bagi langit suwung.
Tiba tiba mendung. Bulan kehilangan bayang.
Kupanggil anak anak. Biar menadah airmata
sendiri.
PARA PENGEMBARA
Kutempuh perjalanan dalam lagu lagu dan
notasi-notasi bungkam: dalam kegagapan. Setelah
lelah kita berdesak desakan. Berderet deret menunggu
di depan loket. Begitu setia menunggu.
Kau tak henti mengurai senandung kecemasan. Dalam
gerit pintu yang tak terkunci. Sampai jam dan
dinding dinding mengetukkan panggilan. Kita masih
menghitung beban dan panjang igauan.
Kutempuh perjalanan dalam lagu lagu dan
notasi-notasi bungkam: dalam kegagapan. Setelah
lelah kita berdesak desakan. Berderet deret menunggu
di depan loket. Begitu setia menunggu.
Kau tak henti mengurai senandung kecemasan. Dalam
gerit pintu yang tak terkunci. Sampai jam dan
dinding dinding mengetukkan panggilan. Kita masih
menghitung beban dan panjang igauan.
PENGANTIN YANG TERBARING
Kaubaringkan diriku di atas tanah. Betapa
fana gairah yang meletupkan kebencian. Dan
aku mabuk bercumbu dengan pikiran sendiri.
Seperti inikah kenikmatan senggama?
kita tebar ribuan benih yang menjamurkan
kebencian dan kecewa. Gemeretak bunyi tulang
yang membajak tanah kering dan batu bebukitan.
Kecipak air dalam sungai tanpa arus. Tak
ke manamana.
Seperti inikah? Kau baringkan diriku di atas
tanah. Dan nafasku menyebarkan aroma yang
dihirup para serangga. Dan mengembunkan uap
yang menyejuki cacing cacing tanah dan ulat ulat.
Semoga kumpulan puisi Dorothea menginspirasi anda. Baca juga kumpulan puisi Amir Hamzah
Puisi-puisi Mbak Dorothea menghidupkan ide kreatif saya... Terima kasih, Mbak ....
ReplyDeleteYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny