image wetcanvas |
DI SEBERANG SELEMBAR DAUN
Aku bukan seluruh daun di pohon ini. Aku hanya
selembar daun di pohon ini. Hanya pohon ini dan
hanya selembar daun. Aku hanya selembar daun
yang tumbuh di leherku. Hanya berwarna hijau sep-
erti selembar daun. Aku hanya selembar daun yang
berbicara menggunakan mulutku. Maksudku,
mulutku adalah selembar daun yang berbicara
menggunakan mulutku. Maksudku, aku hanya
selembar daun yang selembar daun. Jangan rayu aku
untuk menjadi pohon walau kau berikan tuhan kepa-
daku. Jangan rayu aku untuk menjadi seluruh daun
pada pohon ini walau kau berikan janji kematian pa-
daku. Aku bukan soal kematian dan soal tuhan. Aku
mirip, maksudku mirip dengan pertanyaan aku hidup
bukan untuk seluruh yang kau katakan setelah
kematian. Setelah kematian aku bukan hidup dan ke-
matian bukan selembar daun yang mewakili seluruh
daun di pohon ini.
Aku hanya selembar warna hijau dari pohon yang
aku tak tahu namanya. Pohon yang membuat aku
tahu aku berada di sini dan hidup di sini. Maksudku,
jangan kau takuti aku seperti kanak-kanak yang
berlari di seberang kematian. Aku mengingatnya,
waktu-waktu, dan, lihatlah di luar sana, lihatlah
orang-orang berjalan dengan kakinya, pohon-pohon
tumbuh, anak-anak bermain merasakan kebahagiaan
memiliki tawa, langit yang dibuat dari rambut
perempuan. Aku adalah selembar daun yang dijahit
pada sebatang pohon.
PENYAIR ANWAR
Aku mengaji, anwar anwar
Hidup dari pasar terbuka dalam tubuh
Orang tanah yang ditutup senja, anwar anwar
Berlari seperti kura tak henti membawa jagat
Irama abad, anwar anwar
Berdentang-dentang dalam dagingku
Minta perawan dalam sesaji langit yang jauh
Anwar membelah tubuh jadi kota mengalir
Menyimpan tanah dari hujan dan padi-padi
Anwar mengirim tubuh kaku ke daging-daging
Dihembus pasar ke pohon-pohon sunyi
Jadi penyair seribu tahun. O
Makani Tuhan dalam kuburmu anwar anwar
Aku orang sunyi berlalu dalam cerita
Aku mengaji, anwar anwar
Hidup dari pasar terbuka dalam tubuh
Orang tanah yang ditutup senja, anwar anwar
Berlari seperti kura tak henti membawa jagat
Irama abad, anwar anwar
Berdentang-dentang dalam dagingku
Minta perawan dalam sesaji langit yang jauh
Anwar membelah tubuh jadi kota mengalir
Menyimpan tanah dari hujan dan padi-padi
Anwar mengirim tubuh kaku ke daging-daging
Dihembus pasar ke pohon-pohon sunyi
Jadi penyair seribu tahun. O
Makani Tuhan dalam kuburmu anwar anwar
Aku orang sunyi berlalu dalam cerita
MENGGODA TUJUH KUPU-KUPU
Aku tidak berjalan dengan mata melek. Kau pergi dengan mata
tidur. Orang di sini membawa beban berat. Bukan soal melihat.
Dalam beban itu isinya sampah. Bukan pergi dan tidak tidur. Kita
sibuk mencari tempat membuang sampah itu untuk mengisinya
kembali dengan sampah. Kau pergi dengan mata tidur. Aku tidak
berjalan dengan mata melek dan tidak mengukur yang terlihat.
Kau latihan yoga dan menjadi tujuh kupu-kupu. Aku melihat kau
terbang dan tidak bisa ikut masuk ke dalam kupu-kupumu. Ke-
adaan seperti gas padat dalam lemari es. Tetapi tidak ada ledakan.
Aku tidak mendengar suara ledakan dalam puisi ini. Di sini hidup
menjadi mudah, karena memang hidup sudah tidak ada. Menjadi
benar oleh kebohongan-kebohongannya. Menjadi indah oleh
kerusakan-kerusakannya. Aku di dalam pelukanmu dan di luar
terbangmu. Membayangkan tujuh kupu-kupu mulai menanamkan
sayapnya dan menanamkan terbangnya. Mengganti bumi pertama
dengan rute sungai Marne yang membelah mimpi-mimpimu.
Aku tidak berjalan dengan mata melek. Kau pergi dengan mata
tidur. Orang di sini membawa beban berat. Bukan soal melihat.
Dalam beban itu isinya sampah. Bukan pergi dan tidak tidur. Kita
sibuk mencari tempat membuang sampah itu untuk mengisinya
kembali dengan sampah. Kau pergi dengan mata tidur. Aku tidak
berjalan dengan mata melek dan tidak mengukur yang terlihat.
Kau latihan yoga dan menjadi tujuh kupu-kupu. Aku melihat kau
terbang dan tidak bisa ikut masuk ke dalam kupu-kupumu. Ke-
adaan seperti gas padat dalam lemari es. Tetapi tidak ada ledakan.
Aku tidak mendengar suara ledakan dalam puisi ini. Di sini hidup
menjadi mudah, karena memang hidup sudah tidak ada. Menjadi
benar oleh kebohongan-kebohongannya. Menjadi indah oleh
kerusakan-kerusakannya. Aku di dalam pelukanmu dan di luar
terbangmu. Membayangkan tujuh kupu-kupu mulai menanamkan
sayapnya dan menanamkan terbangnya. Mengganti bumi pertama
dengan rute sungai Marne yang membelah mimpi-mimpimu.
EKSTASE WAKTU
Dunia membuka dunia menutup tak jadi manusia
Aku kejar ujung jalan menyebelah maut ke mana aku kejar
Dunia sendiri tanpa manusia
Berlari
Seperti perahu tak berkemudi
Terlepas dari jarak:
Beri aku orang!
Aku mau bangun di atas kemakhlukan ini
O matahari membuka matahari menutup tak jadi manusia
Berdiri di kesunyian tubuh aku kejar ke mana aku kejar
Sampai mabuk ketinggian makhluk
Direguk sampai habis tenggorok
Jiwa membuka
Seperti api menghabiskan nyala
Dunia membuka dunia menutup tak jadi manusia
Aku kejar ujung jalan menyebelah maut ke mana aku kejar
Dunia sendiri tanpa manusia
Berlari
Seperti perahu tak berkemudi
Terlepas dari jarak:
Beri aku orang!
Aku mau bangun di atas kemakhlukan ini
O matahari membuka matahari menutup tak jadi manusia
Berdiri di kesunyian tubuh aku kejar ke mana aku kejar
Sampai mabuk ketinggian makhluk
Direguk sampai habis tenggorok
Jiwa membuka
Seperti api menghabiskan nyala
MESIN PENGHANCUR DOKUMEN
Ayo, minumlah. Tidak. Saya tidak sedang es kelapa
muda. Makanlah kalau begitu, tolonglah. Tidak. Saya
tidak sedang nasi rames. Masuklah ke kamar mandi
saya, tolonglah kalau tidak haus, kalau tidak lapar,
kalau bosan makan. Perkenankan aku memberikan
keramahan padamu, untuk seluruh kerinduan yang
menghancurkan dinding-dinding egoku. Bagaimana
aku bisa keluar kalau kamu tidak masuk.
Kamu bisa mendengar kamar mandiku memandikan
tata bahasa, di tangan penggoda seorang penyiar TV.
Perkenankan aku membimbing tanganmu. Masuk-
lah di sini yang di sana. Masakini yang di masalalu.
Masuklah kalau kamu tak suka tata bahasa. Tolonglah
kalau begitu, ganti bajumu dengan bajuku. Mesin
cuci telah mencucinya setelah aku mabuk, setelah
aku menangis, setelah aku bunuh diri 12 menit yang
lalu. Bayangkan tubuhku dalam baju kekosongan itu.
Tolonglah bacakan kesedihan-kesedihanmu:
“Kemarin aku bosan, hari ini aku bosan, besok akan
kembali lagi bosan yang kemarin.” Apa tata bahasa
harus diubah menjadi museum es krim supaya kamu
tidak bosan. Tolonglah. Semua yang dilakukan atas
nama bahasa, adalah topeng api. Pasar yang
mengganti tubuhmu menjadi mesin penghancur
dokumen. Tolonglah, aku hanya seseorang dalam
prosa-prosa seperti ini, seorang pelancong yang
meledak dalam sebuah kamus. Sebuah puisi murung
dalam mulut mayat seorang penyair.
Tolonglah, tidurkan aku dalam kesunyianmu yang
tak terjemahkan. Mesin penghancur dokumen yang
sendirian dalam kisah-kisahmu
Ayo, minumlah. Tidak. Saya tidak sedang es kelapa
muda. Makanlah kalau begitu, tolonglah. Tidak. Saya
tidak sedang nasi rames. Masuklah ke kamar mandi
saya, tolonglah kalau tidak haus, kalau tidak lapar,
kalau bosan makan. Perkenankan aku memberikan
keramahan padamu, untuk seluruh kerinduan yang
menghancurkan dinding-dinding egoku. Bagaimana
aku bisa keluar kalau kamu tidak masuk.
Kamu bisa mendengar kamar mandiku memandikan
tata bahasa, di tangan penggoda seorang penyiar TV.
Perkenankan aku membimbing tanganmu. Masuk-
lah di sini yang di sana. Masakini yang di masalalu.
Masuklah kalau kamu tak suka tata bahasa. Tolonglah
kalau begitu, ganti bajumu dengan bajuku. Mesin
cuci telah mencucinya setelah aku mabuk, setelah
aku menangis, setelah aku bunuh diri 12 menit yang
lalu. Bayangkan tubuhku dalam baju kekosongan itu.
Tolonglah bacakan kesedihan-kesedihanmu:
“Kemarin aku bosan, hari ini aku bosan, besok akan
kembali lagi bosan yang kemarin.” Apa tata bahasa
harus diubah menjadi museum es krim supaya kamu
tidak bosan. Tolonglah. Semua yang dilakukan atas
nama bahasa, adalah topeng api. Pasar yang
mengganti tubuhmu menjadi mesin penghancur
dokumen. Tolonglah, aku hanya seseorang dalam
prosa-prosa seperti ini, seorang pelancong yang
meledak dalam sebuah kamus. Sebuah puisi murung
dalam mulut mayat seorang penyair.
Tolonglah, tidurkan aku dalam kesunyianmu yang
tak terjemahkan. Mesin penghancur dokumen yang
sendirian dalam kisah-kisahmu
CHANEL OO
Permisi,
saya sedang bunuh diri sebentar,
Bunga dan bensin di halaman
Teruslah mengaji,
dalam televisi berwarna itu,
dada.
Permisi,
saya sedang bunuh diri sebentar,
Bunga dan bensin di halaman
Teruslah mengaji,
dalam televisi berwarna itu,
dada.
MANTEL HUJAN DUA KOTA
Kota itu telah jadi Semarang sejak air laut ingin
mendaki bukit, dan pesta tahun baru di ruang dalam
bangunan-bangunan kolonial. Minum persahabatan
dan melukis fotomu pada dinding musim hujan.
Sepanjang malam ia mengenakan mantel dari listrik:
kota yang mengapung 45 derajat di atas sejarah.
Dalam mantelnya, rokok kretek dan kartu atm.
Mahasiswa bergerombol di warung kopi, mengambil
ilmu sastra, ilmu komunikasi, antropologi dan
jam-jam belajar dari pecahan kaca. Akulah anak
muda yang bisa memainkan bas elektrik, blues
dengan sisa-sisa kerusuhan dan sisir yang patah. Aku
telah banjir di lapangan kerja dan kenaikan gaji
pegawai negeri. Para arsitek yang membuat desain
kota bersama air laut dan hujan.
Biarlah aku sampai ke batas tepi ini, untuk jejak yang
membuat lubangnya sendiri.
Kereta keluar dari mulut stasiun Yogyakarta, bau
tembakau dari pesta seni rupa dan sapi goreng. Aku
kembali bernapas setelah ribuan billboard kota
adalah mataku yang terus berputar, waktu yang
terasa perih. Rel kereta api masih menyimpan saham-
saham VOC sampai Semarang. Tanah keraton yang
menyimpan telur ayam, mantel biru masih
menyanyikan keroncong Portugis. Bau tebu, bau padi,
bata merah yang dibakar. Aku telah Yogyakarta
setelah berhasil menjadi orang sibuk tidak mandi 2
hari, menggunakan excel untuk agenda-agenda
padat. Dan bir dingin di antara janji-janji.
Aku telah dua kota dalam perjalanan dua jam
bersambung sepeda 6 jam pagi. Biarlah aku sampai
ke batas tepi ini. Sebuah kota yang terbuat dari jam
6 pagi, dan aku mempercayainya seperti genta yang
berbunyi tanpa berbunyi, bayangan gunung sebelum
biru dan sebelum kelabu dan sebelum di sini.
Kota itu telah jadi Semarang sejak air laut ingin
mendaki bukit, dan pesta tahun baru di ruang dalam
bangunan-bangunan kolonial. Minum persahabatan
dan melukis fotomu pada dinding musim hujan.
Sepanjang malam ia mengenakan mantel dari listrik:
kota yang mengapung 45 derajat di atas sejarah.
Dalam mantelnya, rokok kretek dan kartu atm.
Mahasiswa bergerombol di warung kopi, mengambil
ilmu sastra, ilmu komunikasi, antropologi dan
jam-jam belajar dari pecahan kaca. Akulah anak
muda yang bisa memainkan bas elektrik, blues
dengan sisa-sisa kerusuhan dan sisir yang patah. Aku
telah banjir di lapangan kerja dan kenaikan gaji
pegawai negeri. Para arsitek yang membuat desain
kota bersama air laut dan hujan.
Biarlah aku sampai ke batas tepi ini, untuk jejak yang
membuat lubangnya sendiri.
Kereta keluar dari mulut stasiun Yogyakarta, bau
tembakau dari pesta seni rupa dan sapi goreng. Aku
kembali bernapas setelah ribuan billboard kota
adalah mataku yang terus berputar, waktu yang
terasa perih. Rel kereta api masih menyimpan saham-
saham VOC sampai Semarang. Tanah keraton yang
menyimpan telur ayam, mantel biru masih
menyanyikan keroncong Portugis. Bau tebu, bau padi,
bata merah yang dibakar. Aku telah Yogyakarta
setelah berhasil menjadi orang sibuk tidak mandi 2
hari, menggunakan excel untuk agenda-agenda
padat. Dan bir dingin di antara janji-janji.
Aku telah dua kota dalam perjalanan dua jam
bersambung sepeda 6 jam pagi. Biarlah aku sampai
ke batas tepi ini. Sebuah kota yang terbuat dari jam
6 pagi, dan aku mempercayainya seperti genta yang
berbunyi tanpa berbunyi, bayangan gunung sebelum
biru dan sebelum kelabu dan sebelum di sini.
WORKSHOP 5: TAWANAN AKU
gema suaranya kembali lagi membuat dinding bunyi
dari suaranya
berdiri melingkar
di depan bulatan penuh perangkap waktu
jari-jari yang menggenggam tikus
dan perangkapnya di belakang membuat makan malam
seperti bayangan yang meninggalkan bentuknya
memecah, tertawa, kisah-kisah perang yang
dimuntahkan kembali dari ketakutannya
cermin yang menjadi buta ketika melihat
dinding di dalamnya
dan selembar rambut di atas koran pagi
air yang menyeberang di atas jembatan
melintasi sungai
melintasi tetesannya
tanpa prasangka di hadapan daun kering yang
menyimpan gema dari
hutannya
gema suaranya kembali lagi membuat dinding bunyi
dari suaranya
berdiri melingkar
di depan bulatan penuh perangkap waktu
jari-jari yang menggenggam tikus
dan perangkapnya di belakang membuat makan malam
seperti bayangan yang meninggalkan bentuknya
memecah, tertawa, kisah-kisah perang yang
dimuntahkan kembali dari ketakutannya
cermin yang menjadi buta ketika melihat
dinding di dalamnya
dan selembar rambut di atas koran pagi
air yang menyeberang di atas jembatan
melintasi sungai
melintasi tetesannya
tanpa prasangka di hadapan daun kering yang
menyimpan gema dari
hutannya
TEKNIK MENGHIBUR PENONTON
Kebahagiaan peti mati mengucapkan selamat tahun baru.
Maksudku, peti mati dan tahun baru.
Kata-kata melintasinya dan jatuh seperti burung yang
ditembaki dalam mata pelajaran biologi.
Intelektualitas yang merasa bisa menjadi mediator
antara tubuh dan realitas, terjungkal dari rak buku.
Maksudku terjungkal dan rak buku.
Titik dan koma tersesat dalam perangkap titik dan koma.
Kata-kata telah ditundukkan oleh badai kamus.
Dipisahkan lagi antara badai dan kamus.
Sebuah bossanoba di tengah api perpustakaan.
Dipisahkan lagi antara musik dan api dalam perpustakaan.
“Tuan penghibur,” kataku, untuk melihat rohku
di antara kumpulan harga apartemen dan tiket
pertandingan sepak bola.
Baskom dalam timbunan penduduk kota.
Tepuk tangan para pembuat parfum
dan mesin pencetak dari rumah sakit.
Thank you.
Tuan penghibur.
Thank you.
Kebahagiaan peti mati mengucapkan selamat tahun baru.
Maksudku, peti mati dan tahun baru.
Kata-kata melintasinya dan jatuh seperti burung yang
ditembaki dalam mata pelajaran biologi.
Intelektualitas yang merasa bisa menjadi mediator
antara tubuh dan realitas, terjungkal dari rak buku.
Maksudku terjungkal dan rak buku.
Titik dan koma tersesat dalam perangkap titik dan koma.
Kata-kata telah ditundukkan oleh badai kamus.
Dipisahkan lagi antara badai dan kamus.
Sebuah bossanoba di tengah api perpustakaan.
Dipisahkan lagi antara musik dan api dalam perpustakaan.
“Tuan penghibur,” kataku, untuk melihat rohku
di antara kumpulan harga apartemen dan tiket
pertandingan sepak bola.
Baskom dalam timbunan penduduk kota.
Tepuk tangan para pembuat parfum
dan mesin pencetak dari rumah sakit.
Thank you.
Tuan penghibur.
Thank you.
PARA PENGUNGSI DALAM TENDA YANG TERLALU TENANG
Aku ingin bercerita padamu
suara rendah dan hati-hati di lantai goyah
Wajahku tak berani menatapmu
Agar kau tidak berada dalam lampu sorot siaran berita
atau sebuah titik sunyi dari sejarah yang patah
Mencari bentuk akhir dari pelarian yang terus pecah
Goyah, lalu setiap berita sibuk
membersihkan lantai yang berantakan
Aku ingin bercerita tanpa lampu
Dalam kegelapan yang terus membantah suara yang sibuk
Mencari bentuk – dan tanah yang dijarah
Selimut yang basah oleh air laut – angin dingin
dan bintang-bintang sirna dalam cahayanya
Lampu aku matikan hanya suara
Apakah bahasa ikut padam. Aku berbaring
Mata aku pejamkan
Apakah kau telah padam
Suara mobil melintas datang lagi dan pergi lagi
Kenangan tanah ibu di bawah mesin perampokan masa kini
Suara serangga terdengar dalam gelombang konstan
Telinga membuat struktur dari keributan di luar
menjadi di dalam keributan
Aku buka mataku
Cahaya bulan mengabaikan bingkai jendela terakhir
membuat batas gelap dan terang
Gerombolan-gerombolan di luar dan di dalam kematian
Lampu aku nyalakan. Udara mengirim kenangan
Lampu aku matikan. Apakah cerita bisa padam
Aku berbaring. Mata aku pejamkan
Tetapi bisik-bisik terus menyala
Gerombolan bertopeng terus merampokku
Penunggang kuda dengan pedang menikam bahasa
bahkan merampok kebisuanku
Apakan ruang ketika angin berhembus – (tetapi tak terlihat)
Ketika waktu terus bergerak maju – (entah kemana)
Aku ingin bercerita padamu, persis seperti email yang kau tulis
Untuk kami: “sebuah tempat untuk berhenti telah hilang
Malam ini. Dan kita siapa waktu tidur.”
FILOLOGI DATANGNYA PULANG
30 mei. 12:10 Berlin-Amsterdam
16:45 Amsterdam-Jakarta
31 mMi. 15:45 satu koper ditelan perut pesawat
Membatalkan kenangan
Membatalkan waktu
1 kg = 20 usd
Garuda di balik monitor penerbangan internasional
Genggaman yang melawan tangan
Bayangan tergelincir dalam cahaya
Birokrasi ambruk di depan drama formulir kehilangan
Ribuan bayi menunggu badai makna dalam rumah
Debuah negeri yang kehilangan koper
Terjepit dalam reruntuhan faktur pengeluaran
Teks kehilangan bahasa – sejajar kata kehilangan cerita
Pengeras suara melawan frekuensi – menyayat afmosfir
Iklan melawan kenangan – mesin cetak pasar beringas
Rakyat membuat warung di mana-mana
Memasang nama toko – membatalkan bahasa ibu
Apakah kita stres, tuan?
Membeli motor di mana-mana – mengejar kecepatan
Kecepatan tetap di depannya, menukarnya dengan kemacetan
Bising. Panas. Nyamuk. Pantat AC membatalkan kota
Relijiusitas dalam fashion kontemporer
Menjual batu akik di mana-mana
Apakah kita stres, tuan?
Menggali tambang liar – membatalkan tanah leluhur
Roh kehilangan arsip: ladang-aku yang bergetar
Simbol masakini yang membatalkan paduan cerita
• Negara dalam bagai kwitansi kosong
20 Agustus 07:25 Jakarta-Dubai
Ibu-ibu TKI mencari dering telpon dalam padang gurun pasir
15:00 Dubai-Hamburg
Aku peluk buah kelapa
dengan kunci koper di dalamnya
No comments:
Post a Comment