Monday, October 13, 2014

SEMUSIM OLEH JUWITA SARI

     
gambar kartun perempuan sedang duduk
image Delima
Aku merasa iri dengan mereka yang hidup penuh perhatian dari penghuni rumah-rumah itu, aku tidak tau mengapa hanya diriku yang hidup sendirian dirumah ini dimana letak kesalahan rumah ini hingga enggan satupun tinggal dan memperhatikan ku juga, tiap kali membuka mata aku selalu berbalik dengan harapan seseorang akan keluar dari rumah itu memberikan sentuhan hangat dengan berbagai perhatian atau paling tidak bermain bersama ku. Terkadang aku merasa begitu jahat berharap penghuni tetangga ku menghilang dan membiarkan mahluk itu hidup sendirian seperti diriku, namun aku berusaha menepis semua pikiran buruk itu dan percaya suatu saat tuhan akan mengirimkan sesuatu yang spesial buat ku, mungkin ini yang harus aku pahami biarlah waktu yang menjawab.

Pagi yang cerah membuat ku segera membuka jendela mata menatap kilauan cahaya yang menerangi. Berbagai ekspresi mahluk hidup menyambut cahaya matahari terpancar dari warnanya yang menyilau, ingin rasanya aku mengenalnya dan menyambut jemarinya, tetapi apakah pantas mahluk hidup seperti ku berteman dengannya yang sangat istimewa.

Setiap pagi aku selalu menunggunya dan memberikan senyuman entah dia menyadari senyuman ku atau tidak tetapi aku takkan pernah putus asa untuk mendapat kesempatan berkenalan dengannya, semuanya terlihat berlomba menebar senyum kepada matahari aku tetap percaya diri bahwa senyuman ku lah yang teristimewa dibandingkan mahluk-mahluk lainnya. Senjapun tiba aku mengantar kepergiannya dipenghujung warna langit yang berubah jadi orange kemerahan dan menantinya esok hari dengan langit biru.

Sehari, dua hari, empat hari, genap satu minggu akhirnya matanya tertuju pada ku, dia telah menyadari keberadan ku yang selalu memperhatikannya.

“Entah ini hanya sebuah perasaan ku saja kenapa kau selalu tersenyum menatap ku ?” aku terdiam sejenak merangkai kata yang tepat untuk menjawabnya, satu hal yang ku tau kesan pertama ini dia tipe tidak banyak basa basi.

“Karena kau istimewa” ada ribuan kata yang ku pahami namun tiga kata itu yang ingin meluncur dari mulut ku. Tanpa balasan lagi dia melanjutkan tugasnya mengitari bumi.

Senja pun berlalu langit gelap telah dihiasi berbagai bintang yang sibuk memamerkan kelap keliap lampunya. Ranting-ranting ku mulai bergoyang disapa angin dalam kesunyian malam, kemudian berbisik.

“Aku merindukan mu dari matahari”. Wah senangnya ingin rasanya aku mencabut akar yang tertanam kokoh ditanah ini dan menari bersama kegelapan malam, rerumputan yang tinggi mengitari ku hanya menatap sambil tersenyum dengan kebisuannya, mereka terlihat senang melihat semrawut kemerahan diwajah ku yang baru kali ini terlihat semenjak kehilangan penghuni rumah ini.

Suara kokok ayam membangunkan ku dari tidur yang nyenyak, aku buru-buru membuka mata sebelum matahari melihat ku dengan wajah berantakan. Sayangnya aku terlambat menyadarinya matahari telah melihat ku merapikan ranting yang sudah kering dan dedaunan yang mulai berguguran ditenga musim kemarau, aku tahu dedaunan ku mulai berjatuhan karena matahari yang mulai menyengat dan semakin sulit bagi ku menjangkau air apalagi tidak ada yang memperhatikan, namun bagiku matahari tetap istimewa dia hanya menjalankan tugasnya.

“Kau tetap terlihat cantik bagaimanapun itu”. Aku membalasnya dengan senyuman malu

“Ternyata kau pintar juga menggoda”.

“Aku tidak menggoda mu, aku telah mengitari berbagai negara namun tak pernah aku menemukan mahluk sebaik dan sejujur seperti mu”.

Wah betapa bahagianya aku mendengar kalimat itu lansung dari mulutnya bukan melalui angin tetapi lansung dari bibirnya sendiri. Sepanjang musim kemarau ranting-ranting ku semakin rapuh dan mulai patah apalagi dedaunan yang dulu rimbun mengitari ku mulai gugur satu persatu hingga hanya tersisah beberapa dedaunan hijau, disaat penampilan ku semakin buruk dia tetap menyapa dan berbincang seperti sedia kala, ingin rasanya aku mengitari bumi ini bersamanya, aku sempat berpikir mengapa dia memilih ku sebagai pasangannya padahal ada begitu mahluk indah didunia ini yang bisa dimilikinya bahkan ada banyak pihak yang tidak mengharapkan ku bersama matahari mereka selalu mengatakan kami takkan pernah bisa bersatu, hal itu ada benarnya juga mungkin inilah yang dinamakan cinta terlarang aku dan matahari takkan pernah bisa saling bersentuhan namun hanya dapat saling memandang.

Mendekati akhir musim kemarau matahari sudah mulai jarang muncul dia mulai sibuk di negara lain, aku semakin merindukannya. Seminggu telah berlalu aku berharap matahari akan muncul sejam atau hanya tiga puluh menit, tetapi semuanya hanya harapan kosong yang ada hanya awan abu-abu bertengger dilangit menabur rintik hujan yang tak dapat dihitung. Tanah yang gersang terlihat bahagia ketika dibasahi oleh air dari langit, aku begitu egois jika mengharapkan matahari muncul diawal musim hujan ini tanah masih mengharapkan air menembus hingga lapisan ke tujuh.

Sebulan berlalu matahari sama sekali tak mengirimkan kabar pada ku walau itu hanya sebaris kata “bagaimana kabar mu ?”. Pagi hari menyapa dengan kabut dingin yang menyelimuti membuat pandangan ku sedikit samar-samar aku selalu terkejut ketika melihat cahaya namun nyatanya hanya lampu jalan yang menyilau, sungguh aku sangat rindu pada senyuman paginya yang hangat. Aku mencoba bertanya pada petir walau ini pertama kalinya bagiku bicara padanya karena dia yang memiliki pergerakan yang paling cepat mungkin dia bisa membantu ku.

“Apakah kau tau sekarang matahari berada dinegara mana saja ?”

“Aku tidak tau karena aku tidak bertugas bersama dengannya”

Dua bulan berlalu seharusnya kondisi tubuh ku mulai membaik, tetapi sayang akar-akar ku menolak semua air yang berada disekitar mungkin karena hati ku sedang terluka. Semakin malam hawa dinginpun semakin mencekam terlihat orang – orang berkumpul bercerita bersama keluarganya sambil menikmati hangatnya dibalik selimut. Aku mencoba bertanya pada bintang, langit malam, awan semuanya tidak tau, aku mengenal mereka karena matahari yang mengenalkannya pada ku.

Esok pagi aku meminta bantuan kepada awan mungkin dia memiliki kawan yang dapat membatu ku mengirimn pesan kepada matahari “aku merindukan mu”. Aku menunggu hingga langit mendung telah berganti gelap tanpa bintang tak ada kabar sama sekali, tiba-tiba angin berhembus menjatuhkan dedaunan ku yang kecoklatan.

“Angin apakah matahari tak mengirimkan pesan apapun kepada ku ?” dengan raut wajah sulit untuk ku tebak dia sepertinya berat menjawab pertanyaan ku

“A ada, ada pesan untuk mu”, ekpresi tidak meyakinkannya kini berubah menjadi senyuman tetapi ada kecemasan yang tergambar dari balik senyumannya itu

“Ma matahari bilang lupakan dia, dan jangan membuang-buang waktu menunggunya dan mengirim pesan karena dia sedang bersama….”. angin enggan melanjutkan kalimatnya setelah menatap ku tanpa bergeming sedikitpun.

Aku hanya menatap kepergian angin tanpa mengucapkan terima kasih akhirnya pesan ku terjawab dengan menusuk hingga ke relung hati, diriku yang jauh telah digantikan oleh yang dekat. Malam itu aku kembali kesepian tetapi kesepian ini lebih membunuh dari biasanya hatiku seolah ikut membeku diterjang angin malam yang dingin bergandengan dengan hujan lebat yang mulai menerpa.

Memasuki akhir musim hujan aku masih belum bisa melupakan matahari, mungkin ini adalah kesalahan ku dari awal tak seharusnya aku memasuki dunia yang sangat sulit untuk disatukan. Musim hujan akan selesai diakhir bulan ini namun hanya ada beberapa dedaunan baru yang tumbuh, yang tersisa hanya ranting-ranting kecil kulit-kulit ku mulai terkelupas hingga semakin mudah patah, untuk menyerap air yang melimpah pun aku tak sanggup lagi mungkin akar ku sudah mulai mati, baru kali ini aku melihat rerumputan yang selalu tersenyum berubah membentuk aliran sungai di helai daun kecilnya padahal hujan masih tertahan dilangit.

Aku kembali seperti dulu lagi diakhir-akhir hidup ku berbalik kebelakang menatap rumah yang nyaris setahun tanpa penghuni, akhirnya ada seseorang yang membuka pintunya dan dia berjalan kearah ku diayungkan parang yang berada digenggamannya, tubuh ku tak merasa sakit sama sekali mungkin sudah mati rasa karena hati ku pun sudah mati. Tanpa ada angin rerumputan bergoyang seolah-olah ingin menghentikan penghuni baru ini mulai menyayat sisi tajamnya ke tubuh ku. Aku memandang sekali lagi kearah posisi matahari diawal kami bertemu dengan senyuman yang sama aku hanya mengucapkan terima kasih yang ku titipkan pada angin, setidaknya dia pernah singga dihidup ku mengenalkan berbagai hal di bumi yang tak dapat ku jangkau hingga aku tau hidup ini bukan hanya ada hitam dan putih tetapi ada berbagai warna yang mengitari yang bisa dijadikan pelangi hidup.

Tuesday, September 30, 2014

SHE IS MY MOM OLEH JUWITA SARI

MOM

     

ibu dan anak-anaknya
        Kagum mungkin kata yang tepat mengetahui keluarga ini telah mampu bertahan selama 30 tahun lamanya nyaris seperti tanpa ada cacat sedikit pun walaupun ibu rumah tangga dari keluarga ini sedang sakit mereka selalu menjalani hidup dengan normal, mereka hidup bahagia layaknya cerita dinegeri dongeng yang selalu berakhir bahagia selamanya. Seorang ibu rumah tangga yang berhasil mendidik anak-anaknya hingga meraih gelar sarjana sungguh langkah yang tidak mudah, berkat suami yang berstatus pegawai negri sipil yang selalu berusaha mencarikan nafkah untuk masa depan anak-anaknya sungguh kerja sama rumah tangga yang kuat. Tidak mudah pula mendidik enam orang anak hingga sekarang dua anaknya telah menikah, dan sekarang sepasang suami istri ini telah menjadi seorang kakek dan nenek dengan dua orang cucu dari anak pertamanya, dua orang lagi baru saja menyelesaikan studinya diakhir tahun 2013, dan dua anaknya laki-laki yang ke lima masih duduk di kelas tiga SMA, dan si bungsu berada di sekolah dasar kelas lima.
        Menjadikan hidup bagaikan pasir putih dipantai memang tidak mudah, pasir yang selalu dihempas gelombang air laut yang lembut terkadang gelombang tinggi datang memukul tepiannya, atau gelombang yang lebih besar memporak porandakan dengan kekuatan tsunami, apakah pasir-pasir itu melawan ?,  apakah pernah terdengar gempa akibat dari pasir-pasir dipantai?, tidak, pasir-pasir itu tetap berkilau indah dan hidup berdampingan dengan ombak hingga selalu membuat senang orang-orang menatapnya.
Semenjak empat tahun terakhir ibu rumah tangga yang berhasil mendidik anak-anaknya ini mengalami penyakit yang  belum bisa disembuhkan, dia sudah berobat kesana kemari namun hasilnya masih sama sembuh diawal berobat dan kambuh lagi, menjadi kuat seperti pasir dipantai memang butuh kekuatan yang luar biasa. Dari tahun ke tahun dengan perlahan daging yang membungkus tulangnya semakin menipis. Walaupun  anak-anaknya sibuk kerja dengan berbagai urusan yang berbeda mereka tetap setia mendampingi dan berusaha meluangkan waktu untuk menemani ibunya.
Akhir tahun 2013 Sita anak ke empatnya akan diwisuda. Saat ingin berangkat ke lokasi ada senyum bahagia melihat sosok ibunya bernampilan cantik hari ini memakai baju merah yang matching dengan bawahannya walaupun riasan masih belum mampu menyembunyikan keriput diwajahnya namun dari parasnya masih menegaskan dia memiliki wajah yang cantik diwaktu muda. Sita mengira kali ini wisudahnya hanya akan ada foto dengan orang tua tunggal dan semua berjalan diluar dugaan, ini cukup menjadi kado yang indah untuk hari wisudahnya. Yah itulah ibu dari enam orang anak walaupun jalannya masih harus dipapah demi melihat anaknya mengenakan toga dan menjadi salah satu wisudawan dari universitas terkenal dikotanya, sakit bukanlah hambatan.
Tiga bulan setelah memasuki tahun baru, keluarga ini masih terlihat baik-baik saja, dua anak perempuannya telah hidup masing-masing bersama suaminya, anak ketiganya masih bekerja seperti biasa, Sita anak ke empat selalu setia mendapingi ibunya sambil mengikuti tes wawancara untuk kerja, anak laki-lakinya yang ke lima lebih banyak diam dan tahun ini dia akan melepas seragam SMA nya dan segera memasuki dunia pendidikan yang baru, terakhir sibungsu Byan masih berada sekolah dasar yang jaraknya dapat ditempuh dengan jalan kaki, hanya ayah yang terlihat semakin sibuk yang biasanya pulang jam lima sore kali ini hingga jam 9 malam dia baru tiba dirumah, ibu merasa tidak nyaman melihat suaminya seperti itu, saat ditanya ayah hanya mengatakan sibuk dikantor. Setelah pulang kerja putri keduanya terkadang meluangkan waktu untuk mengunjungi ibunya. Namun ada sedikit pemandangan aneh terjadi dikeluarga ini yang mulai merusak keharmonisannya.
“Kak ada apa dengan mama, kenapa nangis ?”. Ternyata Sita sempat memperhatikan ibu dan kakak nya sedang ngobrol, namun tidak mendengar percakapan mereka karena volume suaranya yang begitu kecil.
“Dia hanya sedang bersedih”
“ Iya sedang bersedih kenapa ?”, dengan ekspresi ingin mencari tahu sendiri tanpa harus bertanya lansung ke ibu
“Coba tanya sendiri ada apa”. Sita tidak berani untuk bertanya ada apa sebenarnya namun feeling nya mengatakan hal ini ada hubungannya dengan ayah.
Rumah tangga yang seolah-olah telah didesain seperti negeri dongeng mengalami ujian diluar dugaan mereka, entah mengapa keluarga itu sedang memainkan cerita seperti dalam drama. ibu menyadari ayah telah berubah akhir-akhir ini, beberapa kali mendapati ayah menelpon seseorang yang tidak sepert biasanya jika dia menelpon. Rumah tangga yang telah terbina hingga hadirnya cucu ternyata telah digoyahkan dengan kehadiran orang ketiga dalam keluarga.
Ayah sering kali pulang larut malam jadi ibu mengunci pintu agar ayah tidak bisa masuk, jika terjadi seperti ini Byan segera naik kelantai dua untuk melihat ayah sejenak kemudian berlindung dibalik tembok menyembunyikan wajahnya yang sudah berlinang air mata melihat ayah diluar dengan suara serak dia berusaha menyampaikan kalau ayah dilarang masuk ibu.
“Ma… ibu ayah janji tidak akan melakukan hal itu lagi, ayah akan tepat waktu pulang, ma… bukain pintu ayah ma… hiks”. Byan berusaha membujuk ibu dengan suara tangis yang beberapa kali sesenggukan, namun hati ibu terlanjur luka karena ayah yang sudah tidak menghiraukan ucapan ibu seperti sedia kala.
Byan anak bungsunya yang sangat dekat dengan ayah, setiap ayah ingin keluar diakhir minggu pasti dia ikut, bahkan tidurpun mereka selalu bersama. Dia masih terlalu kecil untuk mengerti kondisi seperti ini, namun terkadang kondisi yang membuat usia bukanlah penghalang seorang anak akan berpikir dewasa atau memilih diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa, namun Byan bukanlah anak yang diam membisu melihat kejadian ini. Beberapa hari ibu menghabiskan waktunya menangis hingga larut malam pun dia masih menangis, suara isakannya terdengar hingga kelantai dua di kamar anak-anaknya tidur, tepat disudut kamar ada hati pula yang sakit dan berusaha mengatakan pada diri sendiri semua akan baik-baik saja.
Menata kembali hati yang terluka dari kehilangan sosok kepala rumah tangga bukanlah suatu proses yang mudah. Ayah sudah menegaskan ke ibu dia tidak bisa melepaskan perempuan yang baru dikenalnya beberapa bulan dibandingkan mempertahankan hubungannya dengan istrinya tanpa mempertimbangkan proses penyembuhan ibu yang sedang sakit. Semuanya merasa kecewa dan sakit hati mendengar keputusan ayah seperti itu, namun mereka tidak memperlihatkan rasa sakitnya dan berusaha menyembunyikannya agar ibu tidak bertambah sedih melihat anaknya yang sedih.
Tiga bulan telah berlalu dari kepergian ayah, terkadang dia masih datang mengunjungi istrinya mungkin masih tersisa sedikit cinta atau kenangan yang mengantarkannya datang kembali, namun ibu sudah menutup pintu hati dan pintu rumah ini untuk ayah dia memilih untuk berusaha sembuh dari sakitnya bersama anak-anaknya yang akan terus tumbuh menjadi dewasa.
Empat bulan telah berlalu kondisi rumah sudah semakin stabil, Byan pun yang paling kehilangan ayah diantara saudara-saudaranya sudah mampu mengerti ibunya, dia sering menemani ibu cerita tentang sekolah barunya karena dia tahu ibu tidak suka sendirian, bertepatan naik kelas lima Byan pindah sekolah agar dia tidak bertemu dengan ayah dan tidak sakit hati lagi dengan pertemuan terkadang memberikan janji yang entah kapan ditepatinya. Ibu masih terus berjuang untuk sembuh agar tubuhnya bisa sehat seperti dulu lagi. Hidup itu banyak pilihan dan butuh perjuangan, menjadi manusia setia yang selalu mendapingi mulai dari titik nol pun akan banyak ujian menghadang  dan hanya kesetiaan hatilah yang mapu melewatinya.
Mereka pun bangga dan merasa beruntung dilahirkan dari rahim seorang ibu yang luar biasa, ibu adalah saksi sejarah anak-anaknya dari kecil hingga menjadi dewasa, orang yang takkan melepaskan anak-anaknya dengan alasan apapun adalah ibu, orang yang selalu menomor duakan dirinya diatas segala-galanya adalah ibu, orang yang selalu marah-marah pun adalah ibu karena itu demi anaknya, dan orang yang paling rapuh dikeluarga itu saat kepergian ayah adalah ibu dan kini dia berhasil menata hatinya demi anak-anaknya dan menjadi pasir putih yang berkilau.